Dr Lintang Ratri: Sistem Kejar Tayang Sinetron Jadi Asal Muasal Eksploitasi Anak

Posted by Nur Inayah

Juni 30, 2021

Belakangan, warganet heboh karena salah satu sinetron yang ditayangkan di Indosiar dianggap mengajarkan pedofilia. Tokoh utama sinetron Suara Hati Istri – Zahra, diperankan oleh anak berusia 15 tahun yang notabene masih di bawah umur. Tetapi ia yang berperan sebagai Zahra, beradegan mesra sebagai pasangan suami istri. sinetron ini juga mempertontonkan pemaksaan pernikahan. Warganet pun geram dan meminta aktris pemeran Zahra diganti. Kemudian KPI pun meminta pihak Indosiar mengubah jalan cerita sinetron tersebut. Terkini, sinetron tersebut dihentikan secara tetap.

Lantas, sebenarnya, bagaimana kualitas tayangan sinetron di Indonesia? Mengapa pula masih terjadi eksploitasi anak dalam dunia sinetron? Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) Dr Lintang Ratri Sadono menyebut eksploitasi anak dalam dunia sinetron hanya satu sisi dari puncak gunung es permasalahan. Dr Lintang menyebut dari disertasinya tahun 2016, ia menemukan eksploitasi anak pada produksi sinetron.

Eksploitasi tubuh anak, kata dia, terjadi ketika anak-anak bekerja di luar kemampuannya. Pasalnya banyak sinetron yang menerapkan sistem kejar tayang. Hal inilah yang ia garis bawahi menjadi asal muasal eksploitasi anak. Menurut Dr Lintang, sistem kejar tayang ini mengacu pada semua lini proses produksi.

Lebih lanjut, dosen Fisip Undip ini menjelaskan eksploitasi tumbuh kembang terjadi saat anak sejak dini dipaksa dengan konsep profesionalitas dan tanggung jawab. Di usia dini, mereka bekerja, bukan bermain.

“Jadi kalau ada dalih ketika dibilang mengekspresikan bakat dan minat, bohong banget. Karena apa? Karena mereka itu bertanggung jawab pada pekerjaannya. Jadi kalau mereka enggak bisa, misalnya mereka ujian nih, itu mereka dianggap utang bekerja.”

Mempunyai beban kerja padahal masih di bawah umur ini membuatnya miris. Jika melihat sinetron Suara Hati Istri – Zahra, lanjut dia, bahkan masalahnya juga terletak pada psikologis pemeran utama. Pasalnya ia dipaksa untuk memahami sesuatu yang belum pada level usianya seperti poligami dan pernikaahn dini. Di episode ketiga nampak sekali bagaimana pemaksaan pernikahan pada anak di bawah umur.

Padahal, sambung dia, kalau kita melihat aturan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS), jelas melanggar. Ia pun menyebut pasal 14 yang memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran. Kemudian pasal 15 melindungi kepentingan anak dan remaja.

“Jadi menurut saya, kalau misalnya hanya mengganti peran, mengganti judul, bahkan, itu hanyalah solusi artifisial. Sangat permukaan sekali,” tukasnya.

Ia pun mengaku apa yang terjadi saat ini masih sama seperti apa yang ia tulis lima tahun lalu pada disertasinya. Hal ini karena proses produksi industri sinetron kita belum berubah. Apabila kita saat ini hanya diam saja, maka situasi tak akan berubah. Hanya akan melompat saja, meredam kasus sinetron Suara Hati Istri – Zahra, kemudian akan muncul kembali masalah serupa.

Repost dari https://kuasakata.com/read/persuasi/32810-dr-lintang-ratri-sistem-kejar-tayang-sinetron-jadi-asal-muasal-eksploitasi-anak

Tayangan bisa dilihat kembali melalui https://www.useetv.com/tvod/tvri/1623240000/1623243600/forum-fristian

@MIKOM UNDIP NEWS

0 Komentar