Merujuk pada Renstra RRI 2020-2024 yang secara tegas menyatakan visi RRI adalah radio publik berbasis multiplatform (radio publik modern), sehingga transformasi radio dari platform audio ke audio visual dengan banyaknya model konten podcast harus segera direspons dan diadaptasi oleh RRI. Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI memiliki kekuatan positioning sebagai media publik milik rakyat.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Malang Muhammad Nur Widianto, S. Sos saat FGD bertajuk “Implementasi Kebijakan Dewas dalam Pemanfaatan Medsos RRI secara Terintegrasi”, pada hari Kamis, 4 Maret 2021, secara virtual dari Kantor LPP RRI Malang.
“Saya yakin bahwa bisnis utama RRI sebagai radio masih akan melekat di hati masyarakat di era digital saat ini. Tidak bisa dipungkiri transformasi radio dari platform audio ke audio visual, misalnya model podcast,” ujar Nur Widianto. Selain itu, Nur Widianto mengungkapkan Pemerintah Kota Malang membuka ruang kolaborasi untuk berbagi konten dengan RRI Malang.
Hadir pula Ketua Dewan Pengawas RRI, Mistam M.Si, sebagai narasumber kedua. Ia menyampaikan bahwa kata publik menjadi mantra dan menjiwai operasional RRI sejak awal berdirinya. Artinya kepentingan publik menjadi prioritas utama RRI sebagai milik rakyat. Menurutnya, semua bisa berdiskusi secara bebas demi pencapaian peran RRI yang ikut hadir dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Internet hadir dengan segala variannya, termasuk radio digital bisa menjadi medium audio dan visual yang semakin interaktif dengan pengelolaan website dan media sosial yang tepat dan optimal,” ujar Mistam.
Sementara itu, Danny Kosasih dari Konsultan Komunikasi Medzcomm menyampaikan beberapa hasil survei yang menarik terhadap perkembangan media sosial saat ini. Temuan pertama adalah mayoritas responden mengemukakan pilihan utama media sosial yang dimiliki, yakni Instagram (92,6%), WhatsApp (88,34%), Facebook (77,8%) dan YouTube (73,5%).
“Adapun tujuan pemanfaatan media sosial didominasi kebutuhan mencari informasi yang jelas dan valid, hiburan, musik, pendidikan, dan interaksi digital,” jelas Danny.
Terkait temuan tersebut, pakar komunikasi Universitas Diponegoro, Dr. Lintang Ratri, mendorong agar pengelolaan media sosial tidak lagi menjadi pekerjaan sampingan.
“Harus ada pengelolaan secara khusus agar fokus, serta dioperasionalkan dengan memperhatikan diferensiasi karakter setiap media sosial dan pasar yang disasar,” tandasnya.
Ia juga mengevaluasi semua platform media sosial RRI yang belum dikelola secara optimal, terutama Instagram dan Twitter juga Youtube. Hal ini menjadi penting jika ingin menyasar generasi pendengar RRI masa depan yang terkategorisasi digital native.
Website RRI dinilai sudah cukup representatif meski harus ditambahkan hyperlink ke smua media sosial RRI Pusat dan juga daerah, sehingga bisa terintegrasi. Hal ini juga membutuhkan partisipasi dari seluruh karyawan RRI untuk meningkatkan performa dan engangement media sosial perusahaan.
0 Komentar