Jurnalis Wanita Hadapi Serangan Peran Ganda

Posted by Nur Inayah

Maret 5, 2021

Jurnalis perempuan semarang, ketika demo hari kartini 2009. Sumber : kompas.id

Semarang – Penelitian mengenai kepemimpinan wanita pada media, menjadi isu yang menarik bagi para dosen komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip.

Dosen komunikasi Undip Dr Sunarto bersama sejumlah dosen Komunikasi Undip yang lain, melakukan riset yang melibatkan jurnalis wanita di Kota Semarang, baru-baru ini.

Menurut Sunarto, dukungan kolega dan keluarga sangat menentukan proses kepemimpinan jurnalis wanita. Bahkan, dari penelitian yang dia lakukan, banyak jurnalis wanita menolak posisi pimpinan karena lebih memilih posisi sebagai istri, ibu dan alasan merawat anak. Ini membuktikan, budaya patriarki yang ada di masyarakat seakan menyulitkan wanita untuk masuk di ranah publik.

“Jurnalis wanita dalam posisi sebagai pemimpin tidak bisa menghilangkan entintas dirinya sebagai anak, ibu dan istri,” papar Sunarto yang aktif melakukan riset tentang gender dan media ini.

Dalam melakukan riset mengenai wanita yang menempati jabatan pemimpin pada jabatan-jabatan redaksional di sejumlah media, Sunarto menggunakan pandangan konstruksionisme kritis dengan fenomenologi kritis.

“Wanita jurnalis harus melalui proses kepemimpinan profesional untuk mencapai jenjang karir di institusi masing-masing,” tuturnya.

Staf pengajar Komunikasi Undip lainnya, Dr Nurul Hasfi mengatakan, bahwa dengan kehadiran media alternatif perempuan dapat memberikan ruang yang lebih luas tentang perempuan, sehingga itu akan menimbulkan diskusi publik yang pastinya jarang ditemui pada media mainstream.

Meskipun demikian, bukan berarti alternatif media tanpa tantangan. Jurnalis wanita kerap menghadapi berbagai hambatan dalam mendukung kepemimpinannya. Antara lain, peran ganda sebagai pekerja di kantor dan juga menjadi istri dan seorang ibu.

Namun demikian, Nurul mengingatkan sifat wanita yang mengayomi, multitasking, karena harus punya tanggung jawab sebagai ibu dan istri akan menjadikan industri media yang dipimpinnya penuh empati.

Dosen komunikasi yang lain Amida Yusriana menambahkan, data tahun 2014 menunjukkan bahwa perempuan masih diidentikan dengan urusan rumah tangga dan membesarkan anak. Menurutnya, dalam industri media, jurnalis perempuan berjuang untuk menyeimbangkan pekerjaan dan tugas rumah tangga. “Ini tidak lepas dari panjangnya waktu kerja jurnalis,” katanya.

Penelitian yang dilaksanakan sebagai bagian dari pengabdian masyarakat ini, dilaksanakan melalui diskusi daring dan melibatkan sejumlah jurnalis wanita di Kota Semarang. Para jurnalis wanita berbagi pengalaman terkait lingkungan kerja dan budaya kerja serta proses kepemimpinan yang harus mereka lalui.

@MIKOM UNDIP NEWS

0 Komentar