Interaksi digital tidak pernah bisa dihindarkan, karena dapat memberikan berbagai peluang yang menjanjikan. Namun, tak jarang juga ada yang terjerumus. Dengan kata lain, diperlukan pemahaman tentang etika bermedia agar dapat bersosial media dengan bijak,” Media sosial saat ini penuh dengan kebencian berdasarkan SARA, dan konten-konten negatif lainnya. Sehingga, membuat masyarakat kian kebingungan untuk mengurai media mana yang harus dipercaya,” kata Islam K Rouby, PR Specialist dan Public Speaking saat menjadi pembicara di acara media literasi milik Atensi.co yang berlangsung secara virtual, Selasa (22/11/2020).
Di acara bertajuk “The Global Movement for Media Literacy” ini, mengenalkan apa yang dimaksud dengan literasi media sebagai kemampuan setiap individu untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Hal ini ditujukan agar audience tidak terjebak pada berita palsu atau fake news.
“Masih banyak anak muda yang kurang memiliki keterampilan untuk membedakan antara informasi yang bisa diandalkan dan menyesatkan, banyak dari mereka yang terjebak atas tampilan grafik yang dinilai professional, padahal itu bukan dari sumber yang kredibel,” katanya.
Co-founder & Executive Strategic Director, Reimagining Society Columnist, The New Age Talebur Islam Rupom menambahkan bahwa di tengah arus deras informasi yang diterima masyarakat, penting membangun kecerdasan dalam memilih media secara selektif. “Untuk mengefektifkannya masyarakat harus bersinergi dengan pihak-pihak berkompeten lainnya seperti: pemerintah, LSM dan pers agar suatu informasi dapat menjadi rujukan apakah layak dipercaya atau tidak,” pungkasnya.
0 Komentar